Coba bayangin jadi kasir atau orang yang melihat ini. Ketika terjadi, sistem limbik otak (bagian yang mengatur emosi) akan aktif sangat kuat, merekam ini sebagai kejadian penting. Ini menyalakan insting bertahan hidup, karena berhubungan dengan nyawa manusia. Bayangkan: tubuhnya kebanjiran hormon stres dan adrenalin, pikiran kacau, badan tegang, tangan gemetar, jantung berdebar, terpikir akan disalahkan, bahkan berurusan dengan pihak hukum untuk dimintai keterangan. Otak dan tubuhnya akan merekam kejadian ini dengan kuat. Ini kejadian yang tidak akan dilupakan seumur hidup. Beberapa menit setelah kejadian ini, mereka tahu bahwa kejadian ini hanya bohongan, tidak benar-benar terjadi. Mungkin mereka tertawa bersama. Siapa tahu, mereka mendapat uang atau kompensasi untuk kejadian ini. Tapi, otak dan tubuhnya sudah merekam kejadian tersebut. Berikutnya, ketika berinteraksi dengan kejadian sama, entah berada di situasi tersebut atau melihat produk itu atau ada orang yang bertanya, otak dan tubuhnya akan mengulang lagi pengalaman traumatik ini. Dia tahu bahwa secara realistis, ini kondisi yang aman. Tapi, sistem tubuhnya tidak tahu. Melihat produk yang sama? Matanya menyampaikan pesan ke otak bahwa hal bahaya bisa terjadi. Berdiri di tempat yang sama? Tubuhnya menyampaikan pesan ke otak bahwa ancaman bisa terjadi. Ada orang bertanya sesuatu? Telinganya menyampaikan pesan ke otak untuk mengingat lagi kejadian traumatik ini. Ini bukan konten lucu. Kita baru saja menyaksikan seorang menimbulkan luka psikologis pada manusia lain. Ini trauma yang bisa berujung ke berbulan-bulan sesi terapi.
Coba bayangin jadi kasir atau orang yang melihat ini. Ketika terjadi, sistem limbik otak (bagian yang mengatur emosi) akan aktif sangat kuat, merekam ini sebagai kejadian penting. Ini menyalakan insting bertahan hidup, karena berhubungan dengan nyawa manusia. Bayangkan: tubuhnya kebanjiran hormon stres dan adrenalin, pikiran kacau, badan tegang, tangan gemetar, jantung berdebar, terpikir akan disalahkan, bahkan berurusan dengan pihak hukum untuk dimintai keterangan. Otak dan tubuhnya akan merekam kejadian ini dengan kuat. Ini kejadian yang tidak akan dilupakan seumur hidup. Beberapa menit setelah kejadian ini, mereka tahu bahwa kejadian ini hanya bohongan, tidak benar-benar terjadi. Mungkin mereka tertawa bersama. Siapa tahu, mereka mendapat uang atau kompensasi untuk kejadian ini. Tapi, otak dan tubuhnya sudah merekam kejadian tersebut. Berikutnya, ketika berinteraksi dengan kejadian sama, entah berada di situasi tersebut atau melihat produk itu atau ada orang yang bertanya, otak dan tubuhnya akan mengulang lagi pengalaman traumatik ini. Dia tahu bahwa secara realistis, ini kondisi yang aman. Tapi, sistem tubuhnya tidak tahu. Melihat produk yang sama? Matanya menyampaikan pesan ke otak bahwa hal bahaya bisa terjadi. Berdiri di tempat yang sama? Tubuhnya menyampaikan pesan ke otak bahwa ancaman bisa terjadi. Ada orang bertanya sesuatu? Telinganya menyampaikan pesan ke otak untuk mengingat lagi kejadian traumatik ini. Ini bukan konten lucu. Kita baru saja menyaksikan seorang menimbulkan luka psikologis pada manusia lain. Ini trauma yang bisa berujung ke berbulan-bulan sesi terapi.
@ndreamon Apa teori yg disampaikan jg berlaku utk nonton film / konten horror? Udah lama ga nonton film horror. Ke tempat sepi dan gelap biasa aja. Sedangkan mereka yg suka nonton film horror bilang aku pemberani 😅
Pertanyaan yang menarik. Jadi yang penting juga adalah bagaimana otak kita memproses kejadian tersebut. Terjadi secara mendadak, pasti lebih besar dampaknya dibanding terjadi secara bertahap. Sesuatu yang direncanakan atau atas keinginan sendiri, pasti lebih mudah dilalui dibandingkan sesuatu yang dipaksakan.
@anomharya @ndreamon Gak berlaku karena kita sdh tau bahwa apa yg akan kita tonton adalah sebuah film, bukan kejadian nyata yg tiba-tiba terjadi. Jadi apa yg direkam oleh otak tentunya jg akan berbeda.
@anomharya @ndreamon Kmrin rame yg nanyakan soal org pd bawa anak kecil ke bioskop nonton horor siksa **bur, apakah mrk akan trauma? Dulu sy diajak nonton nyi blorong, usia blm SD, di rumah gak bs tdr, terbyg2 ada ular bwh tmpt tdr 😂
@anomharya @ndreamon Nonton film horor, masuk ke rumah hantu, naik wahana seram, dll otak kita sudah ngasih aba2 ke tubuh kita untuk bereaksi dan ngasih kondisi aman. Jadi respon tubuh akan beda, karena itu kegiatan yg sudah direncanakan, bukan kejadian mendadak kaya kecelakaan atau prank tolol gini.
@anomharya @ndreamon Kejadian langsung yg dialami sm kejadian yg di tonton kayaknya beda ya rasanya, lbh mantap jd pengalaman kalo rasain sendiri